- 2017-07-06 08:59:43
- administrator
Ilustrasi kasus:
Andi adalah seorang remaja berusia 18 tahun, secara fisik Andi tampak sehat bugar seperti remaja seumurnya. Suatu hari saat sedang beraktivitas, tiba-tiba tubuh sebelah kanan Andi mendadak tidak bisa digerakkan, tangan dan kaki kanannya lemas, serta bicaranya menjadi pelo. Andi pun segera di bawa ke Unit Gawat Darurat terdekat. Dokter yang memeriksanya menyatakan Andi terkena Stroke, ada bagian pembuluh darah otaknya yang tersumbat. Keluarga Andi pun terkejut karena Andi terkena stroke di usia yang sangat muda. Mereka menanyakan kepada dokter bagaimana mungkin Andi bisa terkena stroke sumbatan dan apakah stroke itu bagian dari Penyakit Jantung Koroner (PJK)(penyakit jantung akibat sumbatan pada pembuluh darah jantung)?. Setelah melakukan pemeriksaan yang seksama terhadap Andi, dokterpun menyatakan bahwa sumbatan di pembuluh darah otak Andi bukan berasal dari penimbunan lemak seperti pada penyakti PJK, tetapi karena Andi menderita Penyakit Jantung Rematik.
Penyakit jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katub jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR).
Demam rematik adalah suatu penyakit karena keradangan yang disebabkan oleh infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernapasan bagian atas. Gejala demam rematik biasanya muncul 14-28 hari setelah infeksi, dapat berupa demam berkepanjangan, nyeri sendi berpindah-pindah, sesak nafas, gejala gagal jantung, bercak kemerahan (erythema marginatum), benjolan pada sendi/tulang (subcutaneous nodules), serta gerakan tangan dan kaki yang tidak dapat dikontrol (chorea). Demam rematik paling banyak terjadi pada usia 5-15 tahun dan bila tidak ditangani dengan baik dapat mengalami komplikasi pada jantung dan berkembang menjadi penyakit jantung rematik (PJR). Gejala komplikasi jantung bisa berupa sesak nafas, nyeri dada, dan pada pemeriksaan dengan stetoskop dapat terdengar bising jantung.
Kerusakan katub dari PJR yang paling sering adalah Mitral Stenosis (MS), yaitu kondisi di mana katub mitral tidak dapat membuka dengan sempurna. Secara normal, darah dari serambi kiri jantung akan mengalir ke bilik kiri melalui katub mitral. Bila katub mitral tidak dapat terbuka dengan baik, maka aliran darah akan tertahan di serambi kiri. Dalam jangka waktu lama, serambi kiri jantung akan membesar karena menampung volume darah yang berlebihan, menyebabkan aliran darah menjadi lambat. Aliran darah yang melambat akan memudahkan terbentuknya gumpalan darah di serambi kiri. Suatu saat bila ada bagian kecil dari gumpalan darah ini terpecah dan berjalan mengikuti aliran darah ke berbagai organ tubuh, salah satunya otak. Gumpalan ini menyumbat pembuluh darah otak yang kecil dan menimbulkan gejala stroke. Gejala lain dari PJR bisa menyerupai gejala gagal jantung biasa yaitu sesak nafas bila beraktivitas dan adanya bengkak pada kaki. Untuk menegakkan diagnosa PJR, seseorang akan menjalani pemeriksaan fisik, perekaman jantung (EKG), foto rontgen dada, dan echocardioghraphy (USG jantung). Echocardiography merupakan pemeriksaan yang paling baik untuk melihat apakah ada pembesaran ruang jantung, kegagalan fungsi pompa jantung, dan apakah ada gumpalan darah di dalam jantung.
Apakah Penyakit Jantung Rematik bisa dicegah? Bisa, caranya yaitu dengan melakukan pengobatan pada anak yang mengalami infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A dengan pemberian antibiotik. Bila telah sembuh, pemberian antibiotik biasanya tetap diberikan secara berkala tiap 3 minggu. AHA (American Heart Association) merekomendasikan pasien dengan demam rematik tanpa gejala jantung untuk menerima profilaksis antibiotik selama 5 tahun atau sampai berusia 21 tahun, dan bila ada gejala jantung bisa selama 10 tahun atau sampai usia 40 tahun. Secara sederhana, jagalah kebersihan rumah dan lingkungan, hindari anak-anak mengalami batuk pilek berulang, dan bawalah anak-anak yang sakit untuk berobat ke fasilitas kesehatan.
Oleh: dr. Hairudi Sugijo SpJP-FIHA
Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah